Cerpen "The Hidden Truth"
The Hidden Truth
Lea
menatap makanan didepannya dengan lesu. Selera makannya menguap entah kemana.
Ia tidak suka dengan situasi ini. Dimana meja makan yang sanggup menampung 10
orang hanya ditempatinya sendiri, makanan yang bahkan cukup untuk satu RT hanya
disantapnya sendiri.
Sorot
kekecewaan tampak jelas di matanya. Ia membayangkan bisa sarapan sambil
bertukar kisah hidupnya dengan kedua orang tuanya tapi itu hanya angan semu
belaka. Orang tua Lea yang baru sampai kemarin siang harus pergi lagi tadi
pagi. Mereka belum ada 24 jam di rumah dan harus pergi lagi. Bahkan mereka
tidak repot-repot untuk pamit pada Lea. Lea tertawa miris, ini bukan yang
pertama kali. Tapi kenapa rasanya masih sesakit ini
“Non,
kok sarapannya gak dimakan? Nanti dimakan setan loh” Lea tersenyum mendengar
candaan Bik Asih
“Lagi
gak nafsu makan, Bik. Bibi suapin dong” Bik Asih tersenyum mendengar permintaan
nona mudanya. Lea memang sangat manja kepadanya. Sering ditinggal orang tua,
membuat Lea menggapnya Bik Asih seperti ibunya sendiri
Ruang
makan yang semula sepi kini diramaikan oleh canda tawa mereka berdua. Tanpa
mereka sadari, ada seseorang di pintu ruang makan yang tengah menatap mereka dengan tatapan
sendu
***
“Semangan
banget kapten baru kita ini” Lea menghentikan dribbling-nya dan menatap Vera, anggota tim basket yang baru dating
“Harus
dong. Sebentar lagi pertandingan perdana gue” jawab Lea dengan mata
berbinar-binar
“Iya
deh, Bu Kapten. Yuk, mulai latihan” ajak Vera
Hari
ini memang merupakan latihan rutin tim basket SMA Bhakti Nusa. Latihan ini
rutin dilakukan seminggu sekali. Namun karena pertandingan semakin dekat, Lea
berniat menambah porsi latihan mereka mejadi tiga kali seminggu. Sebelumnya Lea
juga sudah berbicara dengan pelatih meraka, Pak Aryo dan beliau sudah mengijinkan
“Gue
gak setuju” Bianca berseru lantang.
“Kenapa
emangnya? Pak Aryo aja udah setuju” jawab Lea tenang. Bukankah menambah jadwal
latihan menjelang pertandingan adalah hal wajar. Kenapa Bianca malah menentang?
“Oh,
anak emasnya Pak Aryo. Jangan gara-gara loe dipilih Pak Aryo jadi kapten, trus
elo malah seenaknya” Bianca menatap tajam Lea
“Maksud
loe apa sih?” cicit Lea. Tatapan Bianca membuat Lea terintimidasi.
Bianca
tersenyum sinis, “Guys, coba kalian fikir. Kenapa dia yang anak baru kepilih
jadi kapten? Kita yang latihan capek-capek, berjuang mati-matian di setiap
pertandingan, bahkan gak ada satupun dari kita yang terpilih. Tapi dia, si anak kemarin sore langsung jadi
kapten” Bianca menunjuk Lea yang sudah merah padam menahan amarah
Anggota
tim lainnya mulai terprovokasi. Mereka mulai berspekulasi sesuka mereka sendiri
“Bahkan
Intan aja cuma jadi wakil kapten” seru Bianca lantang. Intan memang kapten
menggantikan Dian, kapten tim basket yang sudah lengser karena kelas XII dan
sibuk persiapan ujian nasional. Namun posisinya berpindah ke Lea. Intan yang
namanya disebut hanya bisa diam menunduk. Ia tak mau memperkeruh suasana
“Jangan-jangan
ada sesuatu antara Lea sama Pak Aryo” seru Fara
“Bisa
jadi tuh. Gimana bisa anak baru langsung jadi kapten?!” Nia, anggota tim
lainnya pun mulai ikut-ikutan
“Loe
bahkan belum tentu berkompeten. Jadi loe jangan sok berkuasa, ngatur segalanya”
kata-kata Bianca membuat pertahanan Lea runtuh. Kini wajahnya telah penuh air
mata. Lea berniat memberikan pembelaan. Namun Lea tak sanggup. Semua kata-kata
yang disusunnya terasa berhenti di tenggorokan, lidahnya terasa kelu
Andai
mereka tahu bahwa Lea bukan anak baru seperti yang mereka katakan. Ia bahkan
masuk tim basket dari kelas X awal, namun karena di suatu pertandingan Lea
mengalami cidera. Cidera yang dialami Lea mekamakan waktu lama untuk pemulihan.
Ia baru bisa kembali ke tim di kelas XI semester akhir ini. Dan di tim ini
banyak yang anggota baru, jadi mereka tidak tahu bagaimana sepak terjang
mereka.
“Ada
apa ini?” tanya Pak Aryo, sang pelatih yang baru saja datang. Pak Aryo heran
melihat Lea dan Bianca yang berhadapan dan saling melemparkan tatapan membunuh
Pak
Aryo menatap Lea yang menangis “Kamu kenapa Lea?” Tatapan Pak Aryo beralih ke
Bianca “Ada apa ini, Bianca?!” tanya Pak Aryo ketus. Bianca mendengus bahkan
cara Pak Aryo bertanya kepadanya dan Lea berbeda.
“Tanya
aja sama anak kesayangan Bapak!”jawab Bianca sinis
“Bicara
yang sopan, Bianca! Dan apa maksud kamu?”
“Sebelum
mengajari saya sopan santun, Bapak lebih baik ngaca dulu deh! Kelakuan Bapak
sendiri sudah benar apa belum? Saya keluar dari tim ini. Saya gak bisa bekerja
sama dengan orang yang mementingkan urusan pribadi” Setelah berkata seperti
itu, Bianca melenggang keluar lapangan basket.
Pak
Aryo menatap anggota tim basket “Kalian siap-siap. Latihan 30 menit lagi”
Semua anggota tim melongo, “Ada apa lagi? Kenapa kalian
bengong?”tanya Pak Aryo
Mendengar itu para anggota tim mulai membubarkan diri,
mempersiapkan latihan. Latihan dimulai, walaupun dalam latihan ini banyak yang
tidak fokus tapi Pak Aryo memakluminya. Pasti mereka masih shock dengan kejadian tadi. Sekarang Pak Aryo harus memutar otak,
dengan kehilangan Bianca pasti akan mempengaruhi skema permainan. Posisi Bianca
sebagai center membuatnya semakin
sulit mencari pengganti. Dengan tubuh tinggi besar, Bianca bersama Vero adalah
pertahanan utama tim basket.
***
Suasana
SMA Bhakti Nusa hari ini mendadak ramai. Semua siswa sibuk berkelempok dengan
kelompoknya masih-masing dan tampak tengah membicarakan sesuatu. Lea heran
ketika baru sampai di sekolah, suasana sekolah tampak ‘berbeda’. Ketika
berjalan melewati koridor, banyak siswa yang menatapnya dengan tatapan
mencemooh. Ada apa ini?
“Lea….”
Intan menghampiri Lea dengan nafas terengah-enah. Sepertinya Intan berlari-lari
mencarinya
“Ada
apa, Tan?”tanya Bianca
“Ikut
gue” Belum sempat Bianca menyetujui, Intan
telah lebih dulu menarik tangannya.
Intan
membawa Lea ke mading sekolah. Disana telah ada banyak orang yang tengah
mengerumuni mading. Begitu melihat Lea, mereka membukarkan diri dan
meninggalkan mading setelah melemparkan tatapan mencemooh ke Lea. Ada apa ini?
Lea heran, kenapa mereka menatapnya dengan tatapan seperti itu? Lea membelakkan
matanya melihat apa yang ada dimading. “Skandal Cinta Kapten Basket dan Sang
Pelatih” itulah judul artikel yang tertempel. Disitu juga tertulis keterangan
yang intinya Lea berhasil menjadi kapten karena berpacaran dengan pelatih tim
basket, Pak Aryo. Lea tak habis pikir, hampir semua yang tertulis di artikel
adalah hoax. Mereka benar-benar sok tahu
Memang
sih Pak Aryo masih muda, dia masih 22 tahun. Pak Aryo juga memiliki wajah yang
tampan, tinggi bahkan tingginya sekitar 180 cm. Kabarnya Pak aryo masih single. Ketika pertama masuk Pak Aryo langsung
mencuri perhatian banyak murid dan guru-guru. Banyak yang mendekatinya. Tapi
tidak dengan Lea, ia sudah mengganggap Pak Aryo seperti kakaknya sendiri. Tidak
sekalipun terbesit fikiran untuk menjalin hubungan dengan Pak Aryo
***
Latihan
hari ini tidak ada peningkatan sama sekali dibanding latihan kemarin. Malah
bisa dibilang lebih kacau. Banyak anggota tim yang memilih absen. Pak Aryo
bingung, pertandingan tinggal beberapa minggu lagi. Dan keadaan tim-nya masih
seperti ini. Ia harus segera mengambil keputusan
Tiba-tiba
Pak Aryo menghentikan latihan, dan menyuruh mereka berkumpul
“Saya
minta maaf atas ketidak nyamanan ini. Saya tidak tahu darimana berita itu
berasal. Tapi saya bisa menjamin itu hanya berita tak berdasar” Pak Aryo
mengambil jeda “Sejak kalian memilih saya sebagai pelatih. Itu berarti kalian
memberikan kepercayaan kalian pada saya untuk melatih kalian. Saya harap
kepercayaan itu masih ada untuk berjuang bersama kalian di pertandingan ini.
Pengangkatan Lea sebagai kapten bukan semata-mata untuk kepentingan saya
pribadi. Kalian sendiri pasti tahu bagaimana skill Lea dalam bermain basket. Saya harap kalian percaya. Dan mari
kita berjuang bersama-sama!” Pak Aryo mengulurkan tangganya. Anggota lainnya
pun menyambut dengan menumpuk tangan mereka.
“BERJUANG
BERSAMAA!!!!” teriak mereka bersama-sama.
Sejak
saat itu, latihan tim basket mulai membaik bahkan bertambah kompak. Pak Aryo
tersenyum mengamati latihan tim-nya. Ia lega, satu masalah sudah selesai
tinggal satu masalah lagi. Semoga ia bisa segera menyelesaikannya.
***
Lea
memasuki rumahnya dengan senyum yang terus mengembang di bibirnya. Ia
benar-benar bahagia, akhirnya masalahnya selesai. Lea yang melihat Bik Asih di dapur, segera
berlari ke dapur dan memeluk Bik Asih dari belakang
“Siang,
Bik..” Bik Asih hampir saja menjatuhkan piring. Ia ingin berbalik dan memarahi
Lea. Tapi melihat wajah Lea yang berseri, ia jadi tak tega merusak kebahagiaan
nona mudanya ini.
“Non, Bibi kaget atuh. Ada apa, Non? Kok kayaknya seneng
banget” tanya Bik Asih
“Rahasia. Pokoknya Lea seneng bangetttt” jawab Lea sambil
mempererat pelukannya
“Nakal. Masak main rahasia-rahasiaan sama Bibi”kata Bibi
sambil menjawil hidung Lea
“Bu, ini…” Intan yang baru datang berbelannja menginterupsi
obrolan Bik Asih dan Lea
“Taruh situ, Tan” kata Bik Asih sambil menunjuk kulkas
“Jangan lupa sapu halaman belakang!”
Intan hanya mengangguk dan hendak meninggalkan dapur
“Intan, sini makan siang bareng” tawar Lea.
Belum sempat Intan menjawab, Bik Asih lebih dulu menjawabnya
“Gak usah, Non. Intan tadi udah makan siang”
“Bener, Tan?” tanya Lea memastikan
“Iya, kamu makan aja. Aku kebelakang dulu, Le” pamit Intan.
Lea memang melarangganya memanggil Lea dengan sebutan ‘non’. Lea malah
menyuruhnya memanggil dengan nama saja. Begitu ditanya alasannya, Lea menjawab
dengan santai ‘kita kan teman’
Intan meninggalkan dapur dengan lunglai. Ia benar-benar
capek. Begitu sampai rumah sehabis latihan basket, Intan disuruh belanja ke
pasar. Dan ketika pulang, alih-alih istirahat, Intan malah disuruh menyapu
halaman belakang. Samar-samar Ia mendengar ibunya menyuruh Lea istirahat.
‘Non istirahat dulu
aja. Pasti capek habis latihan’
Intan tersenyum miris. Ibu kandungnya saja lebih perhatian
pada Lea dibanding dirinya
***
“Pak Aryo?” Pak Aryo yang tengah mengaduk-aduk minumannya,
mengangkat wajahnya. Ia tersenyum melihat tamunya sudah datang
“Silahkan duduk, Bi” Bianca tersenyum dan mengangguk. Ia
duduk di depan Pak Aryo.
“Saya tadi sudah pesan Choco Frozen buat kamu. Apa kamu mau
yang lain?” tanya Pak Aryo lembut.
Di depan Bianca memang sudah ada Choco frozen, minuman
favoritnya. Bahkan, Pak Aryo masih ingat minuman favoritnya. “Tidak usah, Pak.
Terima kasih”
Suasana kembali hening. Mereka sibuk dengan fikiran
masing-masing. Terlalu canggung untuk memulai percakapan terlebih dahulu
“Saya minta maaf” Pak Aryo berinisiatif terlebih dahulu
mencairkan suasana
“Maaf karena saya terlalu sombong untuk meminta maaf sama
kamu. Maaf saya terlalu egois selalu mementingkan kepentingan saya sendiri.
Maaf saya selalu bertindak sesuka saya tanpa memikirkan kamu. Maafkan saya, Bi”
Mata Bianca memanas mendengar permintaan maaf dari Pak Aryo.
“Saya kenal Lea sejak dia SMP. Dia salah satu junior saya di
klub basket. Lea yang penuh semangat mengingatkan saya ketika saya masih seumuran
dia. Caranya bermain basket seperti burung yang dilepaskan ke alam bebas
setelah sekian lama mendekam di sangkarnya. Ia merasa bebas ketika bermain
basket. Di basketlah, ia menyalurkan masalahnya” Pak Aryo mengambil jeda
sebentar. Dia memandang Bianca yang tampak tenang mendengarkan
“Waktu kedua orang tua saya meninggal. Saya bingung harus
bagaimana. Kuliah saya belum selesai. Saya nggak mungkin meminta bantuan kepada
om tante yang punya anak 3 dan masih kecil-kecil. Saya ngak mau merepotkan mereka.
Lea yang tahu keadaan saya, mengusulkan untuk ikut streetball. Saya sempat menolak karena itu bahaya apalagi dia
perempuan dan masih kecil. Tapi dia terus meyakinkan saya. Akhirnya kita ikut.
Dan dengan uang hasil streetball dan sisa tabungan orang tua, saya berhasil
lulus. Dan jadi seperti ini” Pak Aryo menghela nafas, akhirnya ia berhasil
menceritakan kisah kelamnya pada wanita yang dicintainya, Bianca.
Bianca membelalak mendengar penjelasan Pak Aryo. Bianca tak
percaya Pak Aryo pernah mengalami masa sekelam itu di hidupnya. Kemarin ia
hanya emosi mendengar kata-kata Intan tentang hubungan Lea dan Pak Aryo.
Apalagi kemarin, Pak Aryo malah membela Lea disbanding dirinya. Seharusnya ia
tidak bersikap kekananakan seperti itu
“Maaf Bianca terlalu kekanakan selama ini” Bianca menunduk.
Ia sungguh menyesal telah menuduh yang tidak-tidak. Ia harus meminta maaf sama
Lea besok.
”Memang. Itulah konsekuensi pacaran sama anak-anak” jawab
Pak Aryo. Bianca cemberut mendengar jawaban Pak Aryo. Ia bukan anak-anak lagi!
Kalau selama ini Pak Aryo dekat dengan Lea, tidak menutup
kemungkinan ada sesuatu diantara mereka. Apalagi selama ini Bianca dan Pak Aryo
backstreet, tidak menutup kemungkinsn
jangan-jangan Pak Aryo juga backstreet
dengan Lea. Bianca seharusnya tidak percaya dulu dengan kata-kata pak Aryo
“Kalau Bapak tidak ada apa-apa sama Lea. Kenapa Lea jadi
kapten?”tanya Bianca ketus
“Kamu jangan mikir aneh-aneh. Lea memang pantas jadi kapten.
Kalo saya sama Lea, gak bisa mungkin saya bersama kamu disini. Dan gak mungkin
saya bersusah payah minta maaf kamu”jawab Pak Aryo tenang
Bianca tersenyum senang mendengar jawaban Pak Aryo. Ia
merasa lega sekarang
***
Lapangan
basket SMA Bhakti Nusa tampak ramai. Hari ini akan nada pertandingan antara SMA
Bhakti Nusa melawan SMA Airlangga. Walau hanya sparing atau pertandingan persahabatan tapi warga dua SMA itu
tampak antusias.
Di
ruang ganti pemain suasana tegang. Mereka gugup menghadapi pertandingan ini.
Bagi sebagian anggota, pertandingan ini adalah pertandingan perdana mereka.
“Jangan gugup, guys.
Ingat kita udah latihan mati-matian, pasti kita bisa.” Lea tersenyum pada
teman-temannya. Ia mencoba menenangkan teman-temannya, padahal ia sama
gugupnya. Jantungnya berdetak kencang. Lea melihat jam di dinding. Lima belas
menit lagi, pertandingan mulai tapi Intan malah menghilang. Ada apa dengan anak
itu? Intan berbeda akhir-akhir ini
“Gimana?
Siap?!” kata Pak Aryo yang baru datang. Semua anggota tampak terkejut. Bukan
karena Pak Aryo, tapi cewek yang ada di belakang pak Aryo. Bahkan mereka
bergandengan tangan. Dan cewek itu adalah BIANCA
Bianca tampak tersenyum malu-malu “Hallo, guys”sapa Bianca sambil melambaikan
tangan
“Maafin gue, guys. Maaf gue terlalu kekanakan.” Bianca
menatap sendu teman-temannya. Bianca mendekati Lea, “Maaf gue udah berprasangka
burung sama loe, Le”
Lea tak bisa menahan senyumnya, ia segera memeluk Bianca.
“Maafin gue juga, Bi”
Anggota lainnya yang tak tahan, ikut-ikut memeluk Lea dan
Bianca. Acara pelukan itu harus berakhir karena sebentar lagi pertandingan
dimulai. Intan datang 5 menit sebelum pertandingan dimulai dan sesaat setelah
acara pelukan berakhir
***
Pertandingan akhirnya dimulai. Line-up tim basket SMA Bhakti Nusa adalah Lea, Intan, Vero, Bianca,
dan Fara
Pada set
pertama, tim basket SMA Bhakti Nusa berhasil menguasai jalannya pertandingan.
Akhirnya set pertama dimenangkan SMA Bhakti Nusa dengan skor 9-14.
Di set
kedua, tim lawan, SMA Airlangga mulai menunjukkan taringnya. Mereka bermain
lebih menyerang, dibanding pertandingan pertama. Center SMA Airlannga, Rika
bahkan tak segan-segan beradu fisik dengan lawan.
Sekarang
Lea berhadapan dengan Rika. Lea mencoba mempertahankan bola, tapi tiba-tiba
Rika merapat ke belakang tubuh Lea mencoba merebut bola. Lea yang kaget mencoba
mempertahankan bola dengan memutar posisi menyerong ke kiri, namun Rika yang
tidak siap akhirnya jatuh menimpa Lea. Mereka berdua jatuh tengkurap. Lutut
Rika jatuh tepat di lipatan lututnya. Saat Rika mencoba bangkit, Lea merasakan
sakit di lipatan lututnya. Rika terlihat seperti sengaja menekan lipatan
lututnya saat bangkit.
Sisa
set kedua, pertahanan SMA Bhakti Nusa mulai kocar-kacir. Mereka mulai
terprovokasi permainan lawan yang mengandalkan serangan balik cepat. Sehingga
banyak yang tidak siap ketika lawan menyerang balik. Untung mereka masih menang
di set kedua, walaupun perbedaan skor sangat tipis, 21-23.
Di set
ketiga, Pak Aryo menggati Bianca dan Lea. Mereka sempat protes. Tapi Pak Aryo
mengacuhkannya. Ia tidak mungkin diam membiarkan Lea yang pincang dan Bianca
yang tampak kelelahan menghadapi center lawan. Mereka harus istirahat, karena
Pak Aryo akan menyimpan tenaga mereka di set keempat.
Set
ketiga, SMA Airlangga berhasil mengejar ketertinggalan. Bahkan sekarang mereka
memimpin dengan 33-26. Perbedaan yang cukup jauh, sehingga membuat dua cewek di
sampingnya terus merecokinya. Lea dan Bianca
Line-up di set keempat ini, sama seperti
set pertama tadi, minus Intan yang digantikan oleh Rissa. Di set keempat ini, kedua tim sama-sama
menyerang. Tidak ada yang mau mengalah.
Lea
mencoba men-dribble bola dengan
terpincang-pincang, kakinya sakit sekali. Ia merasa daritadi tim lawan
mengincarnya, dan mencoba melukainya. Entah itu dengan menjatuhkannya,
mendorongnya, dan masih banyak lagi.
Mereka seakan berusaha mengandalkan kelemahannya untuk membuat tim
Bhakti Nusa kalah.
Sisa
waktu di set keempat tinggal dua menit lagi. Lea melihat papan skor 48-52
dengan keunggulan tim lawan. Lea tersenyum, semangatnya meluap-luap bahkan Ia
tidak memperhatikan sakit di kakinya. Masih ada kesempatan
Di
sisa-sisa waktu Lea berusaha membangun serangan dengan Fara. Fara yang berhasil
menembus pertahanan lawan, mencoba lay-up
dan.. masuk. 50-52. Tinggal tiga poin
lagi. Pasti bisa!
Bola
berhasil direbut oleh Bianca. Bianca mengoper ke Lea yang bebas. Lea men-dribble bola ke area lawan. Sekarang Ia
ada di area three points. Lea melihat
Vero yang terkepung. Ia tak mungkin bisa mengoper ke Vero, terlalu riskan. Lea
dengan sangat terpaksa, mencoba shooting
ke ring. Lea sadar statistik lemparan tiga angkanya sangat jelek. Ia hanya mencoba
keberuntungannya. Bola itu menggelilingi bibir ring dan… masuk. Sesaat setelah
bola masuk, Wasit meniup peluit tanda berakhirnya pertandingan. Semua anggota
tim berlari ke arah Lea, mencoba memeluk Lea. Tapi Lea yang dipeluk justru diam
mematung. Lea masih tak menyangka kalau itu tadi beneran masuk. Lea tersenyum,
perjuangannya terbayar lunas
***
Lea
meletakkan majalah yang dibacanya, Ia merasa bosan. Semenjak pertandingan
kemarin, Lea memang tidak bisa pergi sesukanya. Kakinya di gips akibat ada
tulang yang retak dan cederanya yang dulu kambuh lagi. Sebenarnya Lea ingin
mengajak Intan jalan-jalan ke mall untuk refreshing.
Tapi sejak pertandingan itu, Intan jarang ada di rumah. Lea selalu pulang
telat, dan ketika malam Intan memilih beristirahat di kamarnya. Lea merasa ada
yang berbeda dengan sahabatnya, Intan.
Karena
jenuh, akhirnya Lea menelfon Bianca. Tapi ternyata Bianca telah ada janji makan
siang dengan Pak Aryo. Namun karena tak enak, Bianca mengajak Lea untuk ikut.
Lea sempat menolak, Ia tidak mau jadi obat nyamuk disana. Tapi Bianca
mengatakan ‘gak apa-apa. Itung-itung pajak jadian kita yang tertunda’. Siapa
sih yang nolak diajak makan gratis? Gak ada, kan? Akhirnya Lea meng-iyakan
ajakan Bianca
Setelah
30 menit, akhirnya mobil Pak Aryo sampai di rumah Lea. Lea keluar dengan kursi
rodanya. Lea meringis melihat kursi rodanya didorong Bianca menuju mobil. Lea
berfikir lebih baik dirinya ngak ikut, udah nanggu orang pacaran sekarang malah
ngrepotin.
“Gue gak jadi ikut deh. Udah ganggu, ntar gue malah
ngrepotin kalian”kata Lea pelan
“Apaan sih, Le?! Kayak sama siapa aja, santai aja”kata Pak
Aryo yang melipat kursi roda Lea. Bianca sendiri membantu Lea masuk ke mobil
Sesampainya di mal, mereka menuju ke foodcourt. Ketika sampai di sana, Bianca melihat Intan yang sedang
ngobrol dengan Rika.
“Le, itu bukannya Intan?”tanya Bianca sambil menunjuk meja
di pojok café di salah satu foodcourt.
Lea
mengernyit, itu memang Intan. Tapi ada hubungan apa Intan dengan Rika?
Setahunya Intan tidak ada kenalan anak SMA Airlangga. Bahkan ketika
pertandingan kemarin, mereka tidak saling menyapa. Mereka seakan tidak kenal.
Tapi sekarang mereka justru mengobrol serius, ada apa ini? Tidak mungkin jika
mereka baru kenal, mereka bisa mengobrol begitu akrab. Pasti mereka pernah
kenal sebelumnya, tapi kenapa sewaktu di pertandingan, mereka seakan tidak
kenal. Ah, mungkin profesionalitas.
“Kita
samperin, yuk” ajak Lea.
Mereka menghampiri Intan dan Rika. Posisi Intan yang
membelakangi mereka, membuatnya tidak menyadari kehadiran mereka
“…Gue
berhasil jadi kapten. Gue udah muak jadi bayang-bayang dia. Capek dan sakit
banget, Rik” Intan terus saja mengoceh tanpa menyadari kedatangan mereka
Walau
hanya beberapa kalimat, Lea dapat menyimpulkan bahwa Intan adalah dalang
dibalik semua ini. Lea mencengkram pegangan kursi rodanya dengan erat.
Bagaimana bisa? Intan sahabatnya, Lea tekankan sekali SAHABATNYA. Bagaimana
Intan tega melakukan semua ini? Intan sahabatnya sejak kecil, Intan yang sudah
Lea anggap seperti saudaranya sendiri
Air
mata jatuh dari mata Lea, Ia berharap apa yang dia dengar hanya ilusi. Ia
berharap ini hanya mimpi. Intan yang Lea kenal adalah Intan yang baik, polos.
Intan yang rela membiarkan makanannya yang dimakan kucing, daripada memukul
kucing dan mengusir kucing itu. Bagaimana Intan yang selembut malaikat berubah
jadi iblis jahat yang tega melukai sahabatnya sendiri?
“Intan…”
lirih Lea
Intan
tampak terkejut mendengar panggilan itu, ia hafal betul suara itu. Suara orang
yang selalu bersamanya hampir di separuh hidupnya. Keterkejutan Intan tidak
berhasil lama, ia berhasil mengendalikan emosinya Intan berbalik “oh. Hai, Le…”
sapa Intan dengan senyum sinis
“Loe,,
sama Rika? Itu gak bener, kan?” cerca Lea
“Bukannya
loe udah denger sendiri ya tadi?” jawab Intan santai.
“Kenapa,
Tan? KENAPAAA?” Lea menatap Intan yang masih tenang di hadapannya. “Kenapa loe
tega sama gue, Tan? Kenapa?” lirih Lea
“Loe
tanya kenapa?! Oke, gue jawab. Gue muak. Gue muak selalu jadi bayang-bayang
loe. Gue muak selalu di banding-bandingin sama loe” Intan menatap Lea yang
masih menangis
“Waktu
loe cidera, gue seneng banget. Akhirnya gue berhasil gantiin loe, masuk tim
inti basket. Tapi senior selalu ngebandingin gue sama loe. Katanya passing sama
Lea lebih enak dibanding sama Intan. Operan Lea lebih mantep dibanding Intan.
Sejak saat itu gue berusaha lebih giat. Waktu para senior lengser gue seneng
banget karena akhirnya gue berhasil jadi kapten. Tapi elo,,, Elo tiba-tiba
muncul dan ngerusak segalnya. Loe yang baru masuk langsung jadi kapten
menggeser gue. Lebih sakit lagi tahu Ibu kandung gue, lebih merhatiin loe. Dia ninggalin
gue makan sendiri, sedangkan dia nyuapin elo. Dia biarin gue selalu nyiapin
barang-barang gue sendiri, tapi dia selalu bantuin elo siap-siap. Dia menyuruh
elo istirahat sehabis latihan basket, sedangkan dia malah nyuruh gue
mengerjakan pekerjaan rumah. Sakit, Le. Gue capek” Air mata mengalir di wajah
Intan
“Gue
iri sama lo, Le. Gue muak selalu ada di belakang loe. Sekuat apapun gue
berusaha, gue gak bisa ada di depan loe.” lirih Intan “Maaf gue belum bisa jadi
sahabat yang baik buat loe. Maafin gue”
Setelah berkata seperti itu, Intan pergi meninggalkan Lea
yang masih mematung
***
Setelah
itu, Intan pergi dari rumah. Saat mengambil barang-barang, Bik Asih mencoba
menanyai alasan Intan pergi dan menahannya. Namun Intan hanya membalas dengan
senyum semua pertanyaan dan larangan itu. Intan hanya berkata, `Ibu jangan
khawatir. Intan pasti jaga diri, Intan pasti baik-baik aja. Ibu baik-baik
disini. Intan saying Ibu’ Setelah itu Intan pergi meninggalkan Ibunya yang
menangis meraung-raung
Intan
memang keluar dari rumah, tapi Intan tidak dari sekolah. Intan tidak mungkin
begitu saja membuang bea siswa yang susah payah diraihnya hanya karena egonya
semata. Mengetahui Intan berada di sekolah, membuat Bik Asik sedikit lega.
Setidaknya Lea masih dalam pengawasan
Suasana
Lea dan Intan di sekolah pun tidak ada bedanya. Mereka saling mengabaikan
keadaan satu sama lain. Saat tidak sengaja berpapasan, mereka bersikap seolah
tidak saling kenal satu sama lain. Lea sebenarnya tidak tahan dengan suasana
ini, Ia harus segera minta maaf tak peduli Intan memaafkannya atau tidak. Saat
hendak menghampiri Intan, handphone-nya
berbunyi.
***
Intan
meremas-remas roknya. Saat ini, Ia sedang berada di mobil Lea. Tadi Lea
tergopoh-gopoh mendatanginya dan mengatakan ibunya pingsan dan saat ini sedang
dilarikan di rumah sakit. Ia benar-benar ketakutan. Ia tidak akan memaafkan
dirinya sendiri jika terjadi sesuatu dengan ibunya.
Sesampainya
di rumah sakit, Intan dan Lea segera menuju kamar perawatan Bik Asih. Disana
sudah ada Mang Adi, tukang kebun keluarga Lea
“Mang
Adi, gimana keadaan Ibu?” tanya Intan
“Ibu
kamu gak apa-apa, Tan. Cuma banyak fikiran, tekanan darahnya tinggi” jelas Mang
Adi sambil tersenyum.
Intan
mendesah, pasti Ibunya seperti ini karena memikirkannya yang pergi dari rumah.
Intan merasa sangat bersalah
“Ibu kamu
tadi udah sadar. Tapi sekarang masih istirahat, kamu masuh gih” suruh Mang Andi
“Kalau gitu, Mang pulang dulu”pamit Mang Adi sambil berlalu meninggalkan mereka
berdua
Intan
mendekati pintu ruang perawatan ibunya. Dari kaca yang terpasang di pintu, Ia bisa
melihat ibunya yang tampak pucat sedang tertidur lelap. Ia rindu berada di
pelukan ibunya, Ia rindu tidur di pangkuan ibunya. Ia rindu bermanja-manja
dengan ibunya.
“Sebaiknya
loe masuk” kata-kata Lea membuat Intan terkejut. Ia lupa bahwa ada Lea
“Gue
yang nyebabin Ibu kayak gini. Gue gak pantes. Gue ngerasa jadi anak
durhaka”jawab Intan.
Lea
yang melihat Intan terisak berinisiatif membawa Intan ke pelukannya. Intan
menangis disana. Ia menumpahkan semua emosinya di bahu itu, bahu orang yang
pernah disakitinya. Intan merasa miris, Lea, sahabat yang disakitinya bahkan
rela meminjamkan bahunya untuk tempatnya mengeluh, menopangnya disaat dia
jatuh, membantunya disaaat dia butuh. Dia merasa kerdil, terbuat dari apakah
hati wanita di depannya ini?
“Kenapa, Le?”tanya Intan sambil melepaskan pelukan Lea
“Maksud loe?” Lea mengernyit
“Kenapa loe masih mau bantu gue? Kenapa loe gak marah?
Dengan loe diam kayak gini, loe semakin membuat gue tersiksa. Tersiksa rasa
bersalah” lirih Intan
“Sekuat apapun keinginan gue untuk marah sama loe, gue gak
bisa. Loe dan Bik Asih adalah harta terindah yang gue miliki. Gue gak mungkin
ngerusak harta itu”jawab Lea tenang.
Mendengar jawaban Lea, Intan segera memeluk sahabatnya. Ia
tidak tau harus berkata apa lagi
***
Intan berjalan
pelan menuju kasur dimana ibunya terbaring. Intan mengecup tangan itu
berkali-kali sambil mengucapkan maaf
“Intan”
panggil Bik Asih yang baru sadar. Intang mendongak menatap Ibunya
“Maafin
Intan, Bu” Intan kembali menagis tersedu-sedu dihadapan Ibunya.
Bik
Asih menatap anaknya yang sudah tumbuh menjadi remaja. Kemarin, Lea sudah
menceritakan semuanya. Ia merasa bersalah kepada anaknya. Sejak memasuki masa
remaja, Intan tumbuh menjadi gadis mandiri. Ia selalu mengerjakan segala
sesuatu tanpa meminta bantuan Ibunya. Intan mulai menolak ketika Bik Asih mau
menyuapinya. Intan menolak ketika Bik Asih menemaninya mengerjakan PR, dan
beralih menyuruh Ibunya tidur karena pasti capek bekerja seharian. Bik Asih
bukannya tidak sayang, Ia segan untuk memanjakan Intan. Intan terlalu mandiri.
Sejak saat itu, Bik Asih beralih memanjakan Lea yang tampak haus kasih sayang.
Bik Asih tidak menyangka hal itu, menjadi boomerang untuk Intan. Bik Asih
sungguh menyesal
“Kamu
gak salah, Tan. Waktu kamu nolak pelukan Ibu bukan berarti kamu gak butuh
pelukan Ibu. Maafin Ibu yang kurang perhatian sama kamu” kata Bik Asih sambil
merentangkan tangannya. Intan yang menyadari hal itu segera menghambur ke
pelukan ibunya.
Lea
melihat adegan itu sambil menahan haru. Akhirnya, kesalah pahaman ini bisa
terselesaikan. Menyadari kehadiran Lea, Intan merantangkan sebelah tangan. Lea
segara menyabut tangan itu.
0 komentar: