Cerpen "The Hidden Truth"

05.07 0 Comments


                The Hidden Truth

                Lea menatap makanan didepannya dengan lesu. Selera makannya menguap entah kemana. Ia tidak suka dengan situasi ini. Dimana meja makan yang sanggup menampung 10 orang hanya ditempatinya sendiri, makanan yang bahkan cukup untuk satu RT hanya disantapnya sendiri.
                Sorot kekecewaan tampak jelas di matanya. Ia membayangkan bisa sarapan sambil bertukar kisah hidupnya dengan kedua orang tuanya tapi itu hanya angan semu belaka. Orang tua Lea yang baru sampai kemarin siang harus pergi lagi tadi pagi. Mereka belum ada 24 jam di rumah dan harus pergi lagi. Bahkan mereka tidak repot-repot untuk pamit pada Lea. Lea tertawa miris, ini bukan yang pertama kali. Tapi kenapa rasanya masih sesakit ini
                “Non, kok sarapannya gak dimakan? Nanti dimakan setan loh” Lea tersenyum mendengar candaan Bik Asih
                “Lagi gak nafsu makan, Bik. Bibi suapin dong” Bik Asih tersenyum mendengar permintaan nona mudanya. Lea memang sangat manja kepadanya. Sering ditinggal orang tua, membuat Lea menggapnya Bik Asih seperti ibunya sendiri
                Ruang makan yang semula sepi kini diramaikan oleh canda tawa mereka berdua. Tanpa mereka sadari, ada seseorang di pintu ruang makan  yang tengah menatap mereka dengan tatapan sendu
                ***
                “Semangan banget kapten baru kita ini” Lea menghentikan dribbling-nya dan menatap Vera, anggota tim basket yang baru dating
                “Harus dong. Sebentar lagi pertandingan perdana gue” jawab Lea dengan mata berbinar-binar
                “Iya deh, Bu Kapten. Yuk, mulai latihan” ajak Vera
                Hari ini memang merupakan latihan rutin tim basket SMA Bhakti Nusa. Latihan ini rutin dilakukan seminggu sekali. Namun karena pertandingan semakin dekat, Lea berniat menambah porsi latihan mereka mejadi tiga kali seminggu. Sebelumnya Lea juga sudah berbicara dengan pelatih meraka, Pak Aryo dan beliau sudah mengijinkan
                “Gue gak setuju” Bianca berseru lantang.
                “Kenapa emangnya? Pak Aryo aja udah setuju” jawab Lea tenang. Bukankah menambah jadwal latihan menjelang pertandingan adalah hal wajar. Kenapa Bianca malah menentang?
                “Oh, anak emasnya Pak Aryo. Jangan gara-gara loe dipilih Pak Aryo jadi kapten, trus elo malah seenaknya” Bianca menatap tajam Lea
                “Maksud loe apa sih?” cicit Lea. Tatapan Bianca membuat Lea terintimidasi.
                Bianca tersenyum sinis, “Guys, coba kalian fikir. Kenapa dia yang anak baru kepilih jadi kapten? Kita yang latihan capek-capek, berjuang mati-matian di setiap pertandingan, bahkan gak ada satupun dari kita yang terpilih.  Tapi dia, si anak kemarin sore langsung jadi kapten” Bianca menunjuk Lea yang sudah merah padam menahan amarah
                Anggota tim lainnya mulai terprovokasi. Mereka mulai berspekulasi sesuka mereka sendiri
                “Bahkan Intan aja cuma jadi wakil kapten” seru Bianca lantang. Intan memang kapten menggantikan Dian, kapten tim basket yang sudah lengser karena kelas XII dan sibuk persiapan ujian nasional. Namun posisinya berpindah ke Lea. Intan yang namanya disebut hanya bisa diam menunduk. Ia tak mau memperkeruh suasana
                “Jangan-jangan ada sesuatu antara Lea sama Pak Aryo” seru Fara
                “Bisa jadi tuh. Gimana bisa anak baru langsung jadi kapten?!” Nia, anggota tim lainnya pun mulai ikut-ikutan
                “Loe bahkan belum tentu berkompeten. Jadi loe jangan sok berkuasa, ngatur segalanya” kata-kata Bianca membuat pertahanan Lea runtuh. Kini wajahnya telah penuh air mata. Lea berniat memberikan pembelaan. Namun Lea tak sanggup. Semua kata-kata yang disusunnya terasa berhenti di tenggorokan, lidahnya terasa kelu
                Andai mereka tahu bahwa Lea bukan anak baru seperti yang mereka katakan. Ia bahkan masuk tim basket dari kelas X awal, namun karena di suatu pertandingan Lea mengalami cidera. Cidera yang dialami Lea mekamakan waktu lama untuk pemulihan. Ia baru bisa kembali ke tim di kelas XI semester akhir ini. Dan di tim ini banyak yang anggota baru, jadi mereka tidak tahu bagaimana sepak terjang mereka.
                “Ada apa ini?” tanya Pak Aryo, sang pelatih yang baru saja datang. Pak Aryo heran melihat Lea dan Bianca yang berhadapan dan saling melemparkan tatapan membunuh
                Pak Aryo menatap Lea yang menangis “Kamu kenapa Lea?” Tatapan Pak Aryo beralih ke Bianca “Ada apa ini, Bianca?!” tanya Pak Aryo ketus. Bianca mendengus bahkan cara Pak Aryo bertanya kepadanya dan Lea berbeda.
                “Tanya aja sama anak kesayangan Bapak!”jawab Bianca sinis
                “Bicara yang sopan, Bianca! Dan apa maksud kamu?”
                “Sebelum mengajari saya sopan santun, Bapak lebih baik ngaca dulu deh! Kelakuan Bapak sendiri sudah benar apa belum? Saya keluar dari tim ini. Saya gak bisa bekerja sama dengan orang yang mementingkan urusan pribadi” Setelah berkata seperti itu, Bianca melenggang keluar lapangan basket.
                Pak Aryo menatap anggota tim basket “Kalian siap-siap. Latihan 30 menit lagi”
Semua anggota tim melongo, “Ada apa lagi? Kenapa kalian bengong?”tanya Pak Aryo
Mendengar itu para anggota tim mulai membubarkan diri, mempersiapkan latihan. Latihan dimulai, walaupun dalam latihan ini banyak yang tidak fokus tapi Pak Aryo memakluminya. Pasti mereka masih shock dengan kejadian tadi. Sekarang Pak Aryo harus memutar otak, dengan kehilangan Bianca pasti akan mempengaruhi skema permainan. Posisi Bianca sebagai center membuatnya semakin sulit mencari pengganti. Dengan tubuh tinggi besar, Bianca bersama Vero adalah pertahanan utama tim basket.
***
                Suasana SMA Bhakti Nusa hari ini mendadak ramai. Semua siswa sibuk berkelempok dengan kelompoknya masih-masing dan tampak tengah membicarakan sesuatu. Lea heran ketika baru sampai di sekolah, suasana sekolah tampak ‘berbeda’. Ketika berjalan melewati koridor, banyak siswa yang menatapnya dengan tatapan mencemooh. Ada apa ini?
                “Lea….” Intan menghampiri Lea dengan nafas terengah-enah. Sepertinya Intan berlari-lari mencarinya
                “Ada apa, Tan?”tanya Bianca
                “Ikut gue” Belum sempat Bianca menyetujui, Intan  telah lebih dulu menarik tangannya.
                Intan membawa Lea ke mading sekolah. Disana telah ada banyak orang yang tengah mengerumuni mading. Begitu melihat Lea, mereka membukarkan diri dan meninggalkan mading setelah melemparkan tatapan mencemooh ke Lea. Ada apa ini? Lea heran, kenapa mereka menatapnya dengan tatapan seperti itu? Lea membelakkan matanya melihat apa yang ada dimading. “Skandal Cinta Kapten Basket dan Sang Pelatih” itulah judul artikel yang tertempel. Disitu juga tertulis keterangan yang intinya Lea berhasil menjadi kapten karena berpacaran dengan pelatih tim basket, Pak Aryo. Lea tak habis pikir, hampir semua yang tertulis di artikel adalah hoax. Mereka benar-benar sok tahu
                Memang sih Pak Aryo masih muda, dia masih 22 tahun. Pak Aryo juga memiliki wajah yang tampan, tinggi bahkan tingginya sekitar 180 cm. Kabarnya Pak aryo masih single. Ketika pertama masuk Pak Aryo langsung mencuri perhatian banyak murid dan guru-guru. Banyak yang mendekatinya. Tapi tidak dengan Lea, ia sudah mengganggap Pak Aryo seperti kakaknya sendiri. Tidak sekalipun terbesit fikiran untuk menjalin hubungan dengan Pak Aryo
***
                Latihan hari ini tidak ada peningkatan sama sekali dibanding latihan kemarin. Malah bisa dibilang lebih kacau. Banyak anggota tim yang memilih absen. Pak Aryo bingung, pertandingan tinggal beberapa minggu lagi. Dan keadaan tim-nya masih seperti ini. Ia harus segera mengambil keputusan
                Tiba-tiba Pak Aryo menghentikan latihan, dan menyuruh mereka berkumpul
                “Saya minta maaf atas ketidak nyamanan ini. Saya tidak tahu darimana berita itu berasal. Tapi saya bisa menjamin itu hanya berita tak berdasar” Pak Aryo mengambil jeda “Sejak kalian memilih saya sebagai pelatih. Itu berarti kalian memberikan kepercayaan kalian pada saya untuk melatih kalian. Saya harap kepercayaan itu masih ada untuk berjuang bersama kalian di pertandingan ini. Pengangkatan Lea sebagai kapten bukan semata-mata untuk kepentingan saya pribadi. Kalian sendiri pasti tahu bagaimana skill Lea dalam bermain basket. Saya harap kalian percaya. Dan mari kita berjuang bersama-sama!” Pak Aryo mengulurkan tangganya. Anggota lainnya pun menyambut dengan menumpuk tangan mereka.
                “BERJUANG BERSAMAA!!!!” teriak mereka bersama-sama.
                Sejak saat itu, latihan tim basket mulai membaik bahkan bertambah kompak. Pak Aryo tersenyum mengamati latihan tim-nya. Ia lega, satu masalah sudah selesai tinggal satu masalah lagi. Semoga ia bisa segera menyelesaikannya.
***
                Lea memasuki rumahnya dengan senyum yang terus mengembang di bibirnya. Ia benar-benar bahagia, akhirnya masalahnya selesai.  Lea yang melihat Bik Asih di dapur, segera berlari ke dapur dan memeluk Bik Asih dari belakang
                “Siang, Bik..” Bik Asih hampir saja menjatuhkan piring. Ia ingin berbalik dan memarahi Lea. Tapi melihat wajah Lea yang berseri, ia jadi tak tega merusak kebahagiaan nona mudanya ini.
“Non, Bibi kaget atuh. Ada apa, Non? Kok kayaknya seneng banget” tanya Bik Asih
“Rahasia. Pokoknya Lea seneng bangetttt” jawab Lea sambil mempererat pelukannya
“Nakal. Masak main rahasia-rahasiaan sama Bibi”kata Bibi sambil menjawil hidung Lea
“Bu, ini…” Intan yang baru datang berbelannja menginterupsi obrolan Bik Asih dan Lea
“Taruh situ, Tan” kata Bik Asih sambil menunjuk kulkas “Jangan lupa sapu halaman belakang!”
Intan hanya mengangguk dan hendak meninggalkan dapur
“Intan, sini makan siang bareng” tawar Lea.
Belum sempat Intan menjawab, Bik Asih lebih dulu menjawabnya “Gak usah, Non. Intan tadi udah makan siang”
“Bener, Tan?” tanya Lea memastikan
“Iya, kamu makan aja. Aku kebelakang dulu, Le” pamit Intan. Lea memang melarangganya memanggil Lea dengan sebutan ‘non’. Lea malah menyuruhnya memanggil dengan nama saja. Begitu ditanya alasannya, Lea menjawab dengan santai ‘kita kan teman’
Intan meninggalkan dapur dengan lunglai. Ia benar-benar capek. Begitu sampai rumah sehabis latihan basket, Intan disuruh belanja ke pasar. Dan ketika pulang, alih-alih istirahat, Intan malah disuruh menyapu halaman belakang. Samar-samar Ia mendengar ibunya menyuruh Lea istirahat.
‘Non istirahat dulu aja. Pasti capek habis latihan’
Intan tersenyum miris. Ibu kandungnya saja lebih perhatian pada Lea dibanding dirinya
***
“Pak Aryo?” Pak Aryo yang tengah mengaduk-aduk minumannya, mengangkat wajahnya. Ia tersenyum melihat tamunya sudah datang
“Silahkan duduk, Bi” Bianca tersenyum dan mengangguk. Ia duduk di depan Pak Aryo.
“Saya tadi sudah pesan Choco Frozen buat kamu. Apa kamu mau yang lain?” tanya Pak Aryo lembut.
Di depan Bianca memang sudah ada Choco frozen, minuman favoritnya. Bahkan, Pak Aryo masih ingat minuman favoritnya. “Tidak usah, Pak. Terima kasih”
Suasana kembali hening. Mereka sibuk dengan fikiran masing-masing. Terlalu canggung untuk memulai percakapan terlebih dahulu
“Saya minta maaf” Pak Aryo berinisiatif terlebih dahulu mencairkan suasana
“Maaf karena saya terlalu sombong untuk meminta maaf sama kamu. Maaf saya terlalu egois selalu mementingkan kepentingan saya sendiri. Maaf saya selalu bertindak sesuka saya tanpa memikirkan kamu. Maafkan saya, Bi”
Mata Bianca memanas mendengar permintaan maaf dari Pak Aryo.
“Saya kenal Lea sejak dia SMP. Dia salah satu junior saya di klub basket. Lea yang penuh semangat mengingatkan saya ketika saya masih seumuran dia. Caranya bermain basket seperti burung yang dilepaskan ke alam bebas setelah sekian lama mendekam di sangkarnya. Ia merasa bebas ketika bermain basket. Di basketlah, ia menyalurkan masalahnya” Pak Aryo mengambil jeda sebentar. Dia memandang Bianca yang tampak tenang mendengarkan
“Waktu kedua orang tua saya meninggal. Saya bingung harus bagaimana. Kuliah saya belum selesai. Saya nggak mungkin meminta bantuan kepada om tante yang punya anak 3 dan masih kecil-kecil. Saya ngak mau merepotkan mereka. Lea yang tahu keadaan saya, mengusulkan untuk ikut streetball. Saya sempat menolak karena itu bahaya apalagi dia perempuan dan masih kecil. Tapi dia terus meyakinkan saya. Akhirnya kita ikut. Dan dengan uang hasil streetball dan sisa tabungan orang tua, saya berhasil lulus. Dan jadi seperti ini” Pak Aryo menghela nafas, akhirnya ia berhasil menceritakan kisah kelamnya pada wanita yang dicintainya, Bianca.
Bianca membelalak mendengar penjelasan Pak Aryo. Bianca tak percaya Pak Aryo pernah mengalami masa sekelam itu di hidupnya. Kemarin ia hanya emosi mendengar kata-kata Intan tentang hubungan Lea dan Pak Aryo. Apalagi kemarin, Pak Aryo malah membela Lea disbanding dirinya. Seharusnya ia tidak bersikap kekananakan seperti itu
“Maaf Bianca terlalu kekanakan selama ini” Bianca menunduk. Ia sungguh menyesal telah menuduh yang tidak-tidak. Ia harus meminta maaf sama Lea besok.
”Memang. Itulah konsekuensi pacaran sama anak-anak” jawab Pak Aryo. Bianca cemberut mendengar jawaban Pak Aryo. Ia bukan anak-anak lagi!
Kalau selama ini Pak Aryo dekat dengan Lea, tidak menutup kemungkinan ada sesuatu diantara mereka. Apalagi selama ini Bianca dan Pak Aryo backstreet, tidak menutup kemungkinsn jangan-jangan Pak Aryo juga backstreet dengan Lea. Bianca seharusnya tidak percaya dulu dengan kata-kata pak Aryo
“Kalau Bapak tidak ada apa-apa sama Lea. Kenapa Lea jadi kapten?”tanya Bianca ketus
“Kamu jangan mikir aneh-aneh. Lea memang pantas jadi kapten. Kalo saya sama Lea, gak bisa mungkin saya bersama kamu disini. Dan gak mungkin saya bersusah payah minta maaf kamu”jawab Pak Aryo tenang
Bianca tersenyum senang mendengar jawaban Pak Aryo. Ia merasa lega sekarang
***
                Lapangan basket SMA Bhakti Nusa tampak ramai. Hari ini akan nada pertandingan antara SMA Bhakti Nusa melawan SMA Airlangga. Walau hanya sparing atau pertandingan persahabatan tapi warga dua SMA itu tampak antusias.
                Di ruang ganti pemain suasana tegang. Mereka gugup menghadapi pertandingan ini. Bagi sebagian anggota, pertandingan ini adalah pertandingan perdana mereka.
“Jangan gugup, guys. Ingat kita udah latihan mati-matian, pasti kita bisa.” Lea tersenyum pada teman-temannya. Ia mencoba menenangkan teman-temannya, padahal ia sama gugupnya. Jantungnya berdetak kencang. Lea melihat jam di dinding. Lima belas menit lagi, pertandingan mulai tapi Intan malah menghilang. Ada apa dengan anak itu? Intan berbeda akhir-akhir ini
                “Gimana? Siap?!” kata Pak Aryo yang baru datang. Semua anggota tampak terkejut. Bukan karena Pak Aryo, tapi cewek yang ada di belakang pak Aryo. Bahkan mereka bergandengan tangan. Dan cewek itu adalah BIANCA
Bianca tampak tersenyum malu-malu “Hallo, guys”sapa Bianca sambil melambaikan tangan
“Maafin gue, guys. Maaf gue terlalu kekanakan.” Bianca menatap sendu teman-temannya. Bianca mendekati Lea, “Maaf gue udah berprasangka burung sama loe, Le”
Lea tak bisa menahan senyumnya, ia segera memeluk Bianca. “Maafin gue juga, Bi”
Anggota lainnya yang tak tahan, ikut-ikut memeluk Lea dan Bianca. Acara pelukan itu harus berakhir karena sebentar lagi pertandingan dimulai. Intan datang 5 menit sebelum pertandingan dimulai dan sesaat setelah acara pelukan berakhir
***
Pertandingan akhirnya dimulai. Line-up tim basket SMA Bhakti Nusa adalah Lea, Intan, Vero, Bianca, dan Fara
                Pada set pertama, tim basket SMA Bhakti Nusa berhasil menguasai jalannya pertandingan. Akhirnya set pertama dimenangkan SMA Bhakti Nusa dengan skor 9-14.
                Di set kedua, tim lawan, SMA Airlangga mulai menunjukkan taringnya. Mereka bermain lebih menyerang, dibanding pertandingan pertama. Center SMA Airlannga, Rika bahkan tak segan-segan beradu fisik dengan lawan.
                Sekarang Lea berhadapan dengan Rika. Lea mencoba mempertahankan bola, tapi tiba-tiba Rika merapat ke belakang tubuh Lea mencoba merebut bola. Lea yang kaget mencoba mempertahankan bola dengan memutar posisi menyerong ke kiri, namun Rika yang tidak siap akhirnya jatuh menimpa Lea. Mereka berdua jatuh tengkurap. Lutut Rika jatuh tepat di lipatan lututnya. Saat Rika mencoba bangkit, Lea merasakan sakit di lipatan lututnya. Rika terlihat seperti sengaja menekan lipatan lututnya saat bangkit.
                Sisa set kedua, pertahanan SMA Bhakti Nusa mulai kocar-kacir. Mereka mulai terprovokasi permainan lawan yang mengandalkan serangan balik cepat. Sehingga banyak yang tidak siap ketika lawan menyerang balik. Untung mereka masih menang di set kedua, walaupun perbedaan skor sangat tipis, 21-23.
                Di set ketiga, Pak Aryo menggati Bianca dan Lea. Mereka sempat protes. Tapi Pak Aryo mengacuhkannya. Ia tidak mungkin diam membiarkan Lea yang pincang dan Bianca yang tampak kelelahan menghadapi center lawan. Mereka harus istirahat, karena Pak Aryo akan menyimpan tenaga mereka di set keempat.
                Set ketiga, SMA Airlangga berhasil mengejar ketertinggalan. Bahkan sekarang mereka memimpin dengan 33-26. Perbedaan yang cukup jauh, sehingga membuat dua cewek di sampingnya terus merecokinya. Lea dan Bianca
                Line-up di set keempat ini, sama seperti set pertama tadi, minus Intan yang digantikan oleh Rissa.  Di set keempat ini, kedua tim sama-sama menyerang. Tidak ada yang mau mengalah.
                Lea mencoba men-dribble bola dengan terpincang-pincang, kakinya sakit sekali. Ia merasa daritadi tim lawan mengincarnya, dan mencoba melukainya. Entah itu dengan menjatuhkannya, mendorongnya, dan masih banyak lagi.  Mereka seakan berusaha mengandalkan kelemahannya untuk membuat tim Bhakti Nusa kalah.
                Sisa waktu di set keempat tinggal dua menit lagi. Lea melihat papan skor 48-52 dengan keunggulan tim lawan. Lea tersenyum, semangatnya meluap-luap bahkan Ia tidak memperhatikan sakit di kakinya. Masih ada kesempatan
                Di sisa-sisa waktu Lea berusaha membangun serangan dengan Fara. Fara yang berhasil menembus pertahanan lawan, mencoba lay-up dan.. masuk.  50-52. Tinggal tiga poin lagi. Pasti bisa!
                Bola berhasil direbut oleh Bianca. Bianca mengoper ke Lea yang bebas. Lea men-dribble bola ke area lawan. Sekarang Ia ada di area three points. Lea melihat Vero yang terkepung. Ia tak mungkin bisa mengoper ke Vero, terlalu riskan. Lea dengan sangat terpaksa, mencoba shooting ke ring. Lea sadar statistik lemparan tiga angkanya sangat jelek. Ia hanya mencoba keberuntungannya. Bola itu menggelilingi bibir ring dan… masuk. Sesaat setelah bola masuk, Wasit meniup peluit tanda berakhirnya pertandingan. Semua anggota tim berlari ke arah Lea, mencoba memeluk Lea. Tapi Lea yang dipeluk justru diam mematung. Lea masih tak menyangka kalau itu tadi beneran masuk. Lea tersenyum, perjuangannya terbayar lunas
***
                Lea meletakkan majalah yang dibacanya, Ia merasa bosan. Semenjak pertandingan kemarin, Lea memang tidak bisa pergi sesukanya. Kakinya di gips akibat ada tulang yang retak dan cederanya yang dulu kambuh lagi. Sebenarnya Lea ingin mengajak Intan jalan-jalan ke mall untuk refreshing. Tapi sejak pertandingan itu, Intan jarang ada di rumah. Lea selalu pulang telat, dan ketika malam Intan memilih beristirahat di kamarnya. Lea merasa ada yang berbeda dengan sahabatnya, Intan.
                Karena jenuh, akhirnya Lea menelfon Bianca. Tapi ternyata Bianca telah ada janji makan siang dengan Pak Aryo. Namun karena tak enak, Bianca mengajak Lea untuk ikut. Lea sempat menolak, Ia tidak mau jadi obat nyamuk disana. Tapi Bianca mengatakan ‘gak apa-apa. Itung-itung pajak jadian kita yang tertunda’. Siapa sih yang nolak diajak makan gratis? Gak ada, kan? Akhirnya Lea meng-iyakan ajakan Bianca
                Setelah 30 menit, akhirnya mobil Pak Aryo sampai di rumah Lea. Lea keluar dengan kursi rodanya. Lea meringis melihat kursi rodanya didorong Bianca menuju mobil. Lea berfikir lebih baik dirinya ngak ikut, udah nanggu orang pacaran sekarang malah ngrepotin.
“Gue gak jadi ikut deh. Udah ganggu, ntar gue malah ngrepotin kalian”kata Lea pelan
“Apaan sih, Le?! Kayak sama siapa aja, santai aja”kata Pak Aryo yang melipat kursi roda Lea. Bianca sendiri membantu Lea masuk ke mobil
Sesampainya di mal, mereka menuju ke foodcourt. Ketika sampai di sana, Bianca melihat Intan yang sedang ngobrol dengan Rika.
“Le, itu bukannya Intan?”tanya Bianca sambil menunjuk meja di pojok café di salah satu foodcourt.
                Lea mengernyit, itu memang Intan. Tapi ada hubungan apa Intan dengan Rika? Setahunya Intan tidak ada kenalan anak SMA Airlangga. Bahkan ketika pertandingan kemarin, mereka tidak saling menyapa. Mereka seakan tidak kenal. Tapi sekarang mereka justru mengobrol serius, ada apa ini? Tidak mungkin jika mereka baru kenal, mereka bisa mengobrol begitu akrab. Pasti mereka pernah kenal sebelumnya, tapi kenapa sewaktu di pertandingan, mereka seakan tidak kenal. Ah, mungkin profesionalitas.
                “Kita samperin, yuk” ajak Lea.
Mereka menghampiri Intan dan Rika. Posisi Intan yang membelakangi mereka, membuatnya tidak menyadari kehadiran mereka
                “…Gue berhasil jadi kapten. Gue udah muak jadi bayang-bayang dia. Capek dan sakit banget, Rik” Intan terus saja mengoceh tanpa menyadari kedatangan mereka
                Walau hanya beberapa kalimat, Lea dapat menyimpulkan bahwa Intan adalah dalang dibalik semua ini. Lea mencengkram pegangan kursi rodanya dengan erat. Bagaimana bisa? Intan sahabatnya, Lea tekankan sekali SAHABATNYA. Bagaimana Intan tega melakukan semua ini? Intan sahabatnya sejak kecil, Intan yang sudah Lea anggap seperti saudaranya sendiri
                Air mata jatuh dari mata Lea, Ia berharap apa yang dia dengar hanya ilusi. Ia berharap ini hanya mimpi. Intan yang Lea kenal adalah Intan yang baik, polos. Intan yang rela membiarkan makanannya yang dimakan kucing, daripada memukul kucing dan mengusir kucing itu. Bagaimana Intan yang selembut malaikat berubah jadi iblis jahat yang tega melukai sahabatnya sendiri?
                “Intan…” lirih Lea
                Intan tampak terkejut mendengar panggilan itu, ia hafal betul suara itu. Suara orang yang selalu bersamanya hampir di separuh hidupnya. Keterkejutan Intan tidak berhasil lama, ia berhasil mengendalikan emosinya Intan berbalik “oh. Hai, Le…” sapa Intan dengan senyum sinis
                “Loe,, sama Rika? Itu gak bener, kan?” cerca Lea
                “Bukannya loe udah denger sendiri ya tadi?” jawab Intan santai.
                “Kenapa, Tan? KENAPAAA?” Lea menatap Intan yang masih tenang di hadapannya. “Kenapa loe tega sama gue, Tan? Kenapa?” lirih Lea
                “Loe tanya kenapa?! Oke, gue jawab. Gue muak. Gue muak selalu jadi bayang-bayang loe. Gue muak selalu di banding-bandingin sama loe” Intan menatap Lea yang masih menangis
                “Waktu loe cidera, gue seneng banget. Akhirnya gue berhasil gantiin loe, masuk tim inti basket. Tapi senior selalu ngebandingin gue sama loe. Katanya passing sama Lea lebih enak dibanding sama Intan. Operan Lea lebih mantep dibanding Intan. Sejak saat itu gue berusaha lebih giat. Waktu para senior lengser gue seneng banget karena akhirnya gue berhasil jadi kapten. Tapi elo,,, Elo tiba-tiba muncul dan ngerusak segalnya. Loe yang baru masuk langsung jadi kapten menggeser gue. Lebih sakit lagi tahu Ibu kandung gue, lebih merhatiin loe. Dia ninggalin gue makan sendiri, sedangkan dia nyuapin elo. Dia biarin gue selalu nyiapin barang-barang gue sendiri, tapi dia selalu bantuin elo siap-siap. Dia menyuruh elo istirahat sehabis latihan basket, sedangkan dia malah nyuruh gue mengerjakan pekerjaan rumah. Sakit, Le. Gue capek” Air mata mengalir di wajah Intan
                “Gue iri sama lo, Le. Gue muak selalu ada di belakang loe. Sekuat apapun gue berusaha, gue gak bisa ada di depan loe.” lirih Intan “Maaf gue belum bisa jadi sahabat yang baik buat loe. Maafin gue”
Setelah berkata seperti itu, Intan pergi meninggalkan Lea yang masih mematung
***
                Setelah itu, Intan pergi dari rumah. Saat mengambil barang-barang, Bik Asih mencoba menanyai alasan Intan pergi dan menahannya. Namun Intan hanya membalas dengan senyum semua pertanyaan dan larangan itu. Intan hanya berkata, `Ibu jangan khawatir. Intan pasti jaga diri, Intan pasti baik-baik aja. Ibu baik-baik disini. Intan saying Ibu’ Setelah itu Intan pergi meninggalkan Ibunya yang menangis meraung-raung
                Intan memang keluar dari rumah, tapi Intan tidak dari sekolah. Intan tidak mungkin begitu saja membuang bea siswa yang susah payah diraihnya hanya karena egonya semata. Mengetahui Intan berada di sekolah, membuat Bik Asik sedikit lega. Setidaknya Lea masih dalam pengawasan
                Suasana Lea dan Intan di sekolah pun tidak ada bedanya. Mereka saling mengabaikan keadaan satu sama lain. Saat tidak sengaja berpapasan, mereka bersikap seolah tidak saling kenal satu sama lain. Lea sebenarnya tidak tahan dengan suasana ini, Ia harus segera minta maaf tak peduli Intan memaafkannya atau tidak. Saat hendak menghampiri Intan, handphone-nya berbunyi.
***
                Intan meremas-remas roknya. Saat ini, Ia sedang berada di mobil Lea. Tadi Lea tergopoh-gopoh mendatanginya dan mengatakan ibunya pingsan dan saat ini sedang dilarikan di rumah sakit. Ia benar-benar ketakutan. Ia tidak akan memaafkan dirinya sendiri jika terjadi sesuatu dengan ibunya.
                Sesampainya di rumah sakit, Intan dan Lea segera menuju kamar perawatan Bik Asih. Disana sudah ada Mang Adi, tukang kebun keluarga Lea
                “Mang Adi, gimana keadaan Ibu?” tanya Intan
                “Ibu kamu gak apa-apa, Tan. Cuma banyak fikiran, tekanan darahnya tinggi” jelas Mang Adi sambil tersenyum.
                Intan mendesah, pasti Ibunya seperti ini karena memikirkannya yang pergi dari rumah. Intan merasa sangat bersalah
                “Ibu kamu tadi udah sadar. Tapi sekarang masih istirahat, kamu masuh gih” suruh Mang Andi “Kalau gitu, Mang pulang dulu”pamit Mang Adi sambil berlalu meninggalkan mereka berdua
                Intan mendekati pintu ruang perawatan ibunya. Dari kaca yang terpasang di pintu, Ia bisa melihat ibunya yang tampak pucat sedang tertidur lelap. Ia rindu berada di pelukan ibunya, Ia rindu tidur di pangkuan ibunya. Ia rindu bermanja-manja dengan ibunya.
                “Sebaiknya loe masuk” kata-kata Lea membuat Intan terkejut. Ia lupa bahwa ada Lea
                “Gue yang nyebabin Ibu kayak gini. Gue gak pantes. Gue ngerasa jadi anak durhaka”jawab Intan.
                Lea yang melihat Intan terisak berinisiatif membawa Intan ke pelukannya. Intan menangis disana. Ia menumpahkan semua emosinya di bahu itu, bahu orang yang pernah disakitinya. Intan merasa miris, Lea, sahabat yang disakitinya bahkan rela meminjamkan bahunya untuk tempatnya mengeluh, menopangnya disaat dia jatuh, membantunya disaaat dia butuh. Dia merasa kerdil, terbuat dari apakah hati wanita di depannya ini?
“Kenapa, Le?”tanya Intan sambil melepaskan pelukan Lea
“Maksud loe?” Lea mengernyit
“Kenapa loe masih mau bantu gue? Kenapa loe gak marah? Dengan loe diam kayak gini, loe semakin membuat gue tersiksa. Tersiksa rasa bersalah” lirih Intan
“Sekuat apapun keinginan gue untuk marah sama loe, gue gak bisa. Loe dan Bik Asih adalah harta terindah yang gue miliki. Gue gak mungkin ngerusak harta itu”jawab Lea tenang.
Mendengar jawaban Lea, Intan segera memeluk sahabatnya. Ia tidak tau harus berkata apa lagi
***
                Intan berjalan pelan menuju kasur dimana ibunya terbaring. Intan mengecup tangan itu berkali-kali sambil mengucapkan maaf
                “Intan” panggil Bik Asih yang baru sadar. Intang mendongak menatap Ibunya
                “Maafin Intan, Bu” Intan kembali menagis tersedu-sedu dihadapan Ibunya.
                Bik Asih menatap anaknya yang sudah tumbuh menjadi remaja. Kemarin, Lea sudah menceritakan semuanya. Ia merasa bersalah kepada anaknya. Sejak memasuki masa remaja, Intan tumbuh menjadi gadis mandiri. Ia selalu mengerjakan segala sesuatu tanpa meminta bantuan Ibunya. Intan mulai menolak ketika Bik Asih mau menyuapinya. Intan menolak ketika Bik Asih menemaninya mengerjakan PR, dan beralih menyuruh Ibunya tidur karena pasti capek bekerja seharian. Bik Asih bukannya tidak sayang, Ia segan untuk memanjakan Intan. Intan terlalu mandiri. Sejak saat itu, Bik Asih beralih memanjakan Lea yang tampak haus kasih sayang. Bik Asih tidak menyangka hal itu, menjadi boomerang untuk Intan. Bik Asih sungguh menyesal
                “Kamu gak salah, Tan. Waktu kamu nolak pelukan Ibu bukan berarti kamu gak butuh pelukan Ibu. Maafin Ibu yang kurang perhatian sama kamu” kata Bik Asih sambil merentangkan tangannya. Intan yang menyadari hal itu segera menghambur ke pelukan ibunya.
                Lea melihat adegan itu sambil menahan haru. Akhirnya, kesalah pahaman ini bisa terselesaikan. Menyadari kehadiran Lea, Intan merantangkan sebelah tangan. Lea segara menyabut tangan itu.

0 komentar: