Stop Cyberbully, Dimulai dari Diri Kita Sendiri
Tentang Cyberbully
Cyberbully adalah salah satu bentuk intimidasi model baru yang dilakukan seseorang atau bahkan bersama-sama untuk memojokkan, menyudutkan, mendiskreditkan atau yang sebagainya kepada orang lain. Model baru intimidasi ini tak sembarangan akibatnya, sebab tak jarang kematian menjadi ending dari episode sebuah aktifitas yang bernama cyberbully.
Secara harfiah, cyberbully merupakan gabungan dari dua kata, yakni cyber dan bully. Cyber, secara umum bisa diartikan sebagai: jaringan elektronik yang menghubungkan satu pengguna dengan pengguna lain, semisal internet. Kata bully sendiri, jika dirujuk di Oxford Dictionary (2008), memiliki arti: hurt a weaker person (menyakiti orang yang lebih lemah). Maka, jika kedua kata tersebut digabungkan (cyber-bully), secara umum bisa diartikan sebagai: tindakan menyakiti orang lain melalui media jaringan elektronik. Karena jaringan elektronik itu umum sekali sifatnya, maka termasuk di dalamnya adalah internet, jaringan telepon seluler, bahkan software game yang terhubung dengan internet pun juga bisa termasuk. Semuanya, bisa menjadi medium yang menjadikan sebuah tindakan kejahatan melaluinya bisa disebut sebagai cyberbully.
Ada yang mengatakan bahwa cyberbullying adalah praktik pelecehan, penyiksaan, ancaman, penghinaan, atau mempermalukan seorang yang masih anak-anak, pra-remaja atau remaja dengan menggunakan media internet, teknologi digital atau telepon genggam. Jika perlakuan ini melibatkan orang dewasa maka disebut sebagai cyberstalking atau ‘adult cyber-harrasment’ bukan cyberbullying. Menurut pendapat ini cyberbullying dianggap valid bila pelaku dan korban berusia di bawah 18 tahun dan secara hukum belum dianggap dewasa. Bila salah satu pihak yang terlibat (atau keduanya) sudah berusia di atas 18 tahun, maka kasus yang terjadi akan dikategorikan sebagai cybercrime atau cyberstalking (sering juga disebut cyberharassment).
Macam-Macam Cyberbully
Ada berbagai macam tindakan cyberbully yang dirangkum oleh Williard (2007). Pertama, Flaming (terbakar). Yaitu mengirimkan pesan teks yang isinya merupakan kata-kata yang penuh amarah dan frontal. Istilah ‘flame’ ini pun merujuk pada kata-kata di sebuah pesan yang berapi-api. Cyberbully model flaming ini bisa dikatakan sebagai model yang paling kasar. Karena kata-kata yang terdapat di dalamnya diumbar tanpa tedeng aling-aling atau bisa diartikan berisi kata-kata yang tak berperasaan.
Kedua, Harassment (gangguan). Merupakan cyberbully yang berisikan pesan-pesan gangguan pada email, sms, maupun pesan teks di jejaring sosial yang dilakukan secara terus menerus. Dalam model harassment ini, biasanya si pelaku hendak menjatuhkan mental dan psikis korbannya. Dengan menggunakan kata-kata kotor dan juga ancaman-ancaman yang menteror jiwa korban. Intinya, hendak membuat si korban tidak merasa nyaman.
Ketiga, Denigration (pencemaran nama baik). Yakni, proses mengumbar keburukan seseorang di internet dengan maksud merusak reputasi dan nama baik orang tersebut. Cyberbully macam ini juga umum kita jumpai, bahkan tak jarang sampai ramai diberitakan hingga skala nasional. Intinya adalah si pelaku hendak mencemarkan nama baik seseorang, dan biasanya korbannya adalah orang-orang yang memiliki sisi ‘lebih’ dari orang lain, baik dalam hal jabatan, harta, dan juga popularitas.
Keempat, Impersonation (peniruan). Adalah berpura-pura menjadi orang lain dan mengirimkan pesan-pesan atau status yang tidak baik, agar teman korban mengira bahwa status atau pesan tersebut adalah asli dari si korban. Cyberbully keempat ini pernah dialami oleh teman kampus saya dengan inisal I dan A. Keduanya pernah menjadi korban dari impersonation. Dalam kegiatannya, pelaku biasanya mengumbar kata-kata kotor kepada teman-teman korban. Yang parahnya lagi, si I yang juga merupakan seorang guru, sempat dikira memiliki kepribadian yang amoral oleh murid-muridnya lantaran status yang tak sopan di Facebook. Akan tetapi, untungnya dengan tenang si I bisa menjelaskan kepada teman dan murid-muridnya bahwa pengguna akun yang menyerupai dirinya itu adalah bukan dirinya yang sebenarnya.
Kelima, Outing. Yaitu, menyebarkan rahasia orang lain, atau foto-foto pribadi orang lain dengan maksud mengumbar borok atau privasi orang lain tersebut. Bedanya dengan denigration di atas adalah terletak pada jenis objek medianya; outing lebih menggunakan pada foto-foto dan video pribadi, sedangkan denigration lebih pada pendeskripsian melalui tulisan. Akan tetapi, tujuannya adalah sama-sama menjatuhkan harga diri seseorang.
Keenam, Trickery (tipu daya). Membujuk seseorang dengan tipu daya agar mendapatkan rahasia atau foto pribadi orang tersebut. Biasanya dilakukan oleh pelaku yang memang sudah kenal lama dengan korbannya, baik secara nyata maupun maya. Si pelaku akan terus membujuk rayu korbannya dengan segala cara agar si korban berkenan memberikan rahasia-rahasianya. Padahal, rahasia tersebut, baik berupa foto atau yang lainnya, suatu saat bisa dijadikan senjata oleh si pelaku guna memeras atau mengancam terhadap hal-hal yang tidak diinginkan oleh si korban. Atau bisa juga berlanjut pada jenis cyberbully yang ketiga (denigration) dan kelima (outing), yakni dengan mencemarkan nama baik dan penyebaran foto-foto pribadi.
Ketujuh, Exclusion (pengeluaran). Secara sengaja dan kejam mengeluarkan seseorang dari grup online. Model ketujuh ini lebih sering didasari pada sentimen pribadi atau dendam yang kemudian dilampiaskan dengan mengeluarkan si korban (yang bisa jadi adalah teman pelaku sendiri) dari grup online, grup yang seharusnya bisa dinikmati dan dimanfaatkan bersama.
Terakhir, kedelapan, Cyberstalking. Merupakan kompilasi dari jenis cyberbully yang pertama (flaming), kedua (harassment), ketiga (denigration) dan kelima (outing). Yang intinya adalah si pelaku hendak mengganggu dan mencemarkan nama baik seseorang secara intens sehingga membuat ketakutan besar pada orang tersebut. Tak jarang ketakutan yang ditimbulkan bisa berujung pada kematian, stres, dan depresi yang berlebihan.
Mari, Stop Cyberbully!
Kiranya sudah jelas dari paparan di atas bahwa cyberbully beragam motif dan macamnya. Yang tentunya bisa menyerang siapa saja, termasuk diri kita. Karena kita menyadari bahwa koneksi dunia cyber merupakan hal yang niscaya untuk masa sekarang ini bahkan di masa yang akan datang. Kita sebagai pengguna dan penikmat dunia cyber, mau ataupun tidak mau, harus menghadapi segala modus kejahatan yang kita sebut dengan cyberbully. Kita tak boleh menghindarinya, karena justru kitalah yang harus menghadapi dan mengikisnya, bahkan memberantasnya. Bukan tidak mungkin jika kita mau percaya dan memimpikannya. Karena ketika kita bermimpi, maka Tuhan akan memeluk mimpi kita, begitu kiranya kata Ikal dalam Sang Pemimpi karya Andrea Hirata.
Tentu, kita tak akan mau jika cyberbullying ini menimpa diri kita atau bahkan orang-orang yang kita sayangi. Cukuplah kiranya kita belajar dari sejarah kelam Amanda Todd yang melakukan bunuh diri pada tanggal 10 Oktober 2012 di rumahnya di Port Coquitlam, British Columbia, Kanada. Ia bunuh diri karena menjadi korban cyberbully dengan cara diperas, ditindas, dan bahkan pernah diserang secara fisik. Atau kisah haru seorang Claudia Boerner, model wanita berusia 32 tahun asal Jerman yang bunuh diri karena diberondong cacian melalui email dan jejaring sosial.
Walhasil, kejahatan cyberbully akan semakin berkembang sejalan dengan perkembangan dunia teknologi. Maka, jika kita tidak memeberantas kegiatan cyberbullying dari sekarang, bukan tidak mungkin jika suatu saat cyberbullying akan menjadi momok menakutkan seperti monster yang setiap saat bisa saja menikam atau menelan siapa saja dan kapan saja. Lalu bagaimana solusinya?
Pertama, jika seumpama cyberbully menimpa diri kita sendiri, maka yang harus kita lakukan pertama kali adalah tidak panik dan tidak terprovokasi. Kita bisa memblokir si pelaku dengan berbagai fitur yang telah disediakan oleh web atau jejaring sosial yang kita gunakan. Jangan sekali-kali membalas aksi cyberbully yang dilakukan oleh pelaku kepada kita, karena ketika kita membalasnya dengan niat apapun, si pelaku akan berkeyakinan bahwa pesan atau teror awal yang dikirimkan kepada kita telah benar-benar kita pahami dan tertancap dalam memori otak kita, sehingga si pelaku akan terus berniat memberondong kita dengan teror-teror selanjutnya. Langkah selanjutnya adalah dengan mengadukan dan melaporkan kepada pihak yang bisa membantu kita untuk menghadapi si pelaku dengan memberikan bukti-bukti yang telah kita kumpulkan.
Kedua, jika hal tersebut terjadi pada orang-orang di sekitar kita, maka kewajiban kita adalah membantu dengan memberikan beberapa langkah-langkah di atas guna mengantisipasi dan menghadapi tindakan cyberbully, dengan tetap tenang dan tidak panik. Sebab, kebanyakan pelaku cyberbully adalah berniat untuk menyerang korban secara psikis bukan jasmani, melalui teror-teror dan ancaman yang menakutkan. Sebagai pencegahan, alangkah baiknya jika ketika kita berselancar di dunia maya, kita tidak memberikan informasi apapun (ingat, apapun!) yang bersifat privasi, baik berupa password atau yang lainnya. Sebab, dari privasi itulah pelaku cyberbully menjadikannya sebagai senjata untuk menyerang kita. Karena mencegah adalah lebih baik daripada mengobati
Oleh karenanya, sekali lagi, jika cyberbully benar-benar menimpa diri, ketahuilah bahwa cyberbully bukanlah hal yang harus kita hindari, melainkan merupakan hal yang harus kita hadapi. Dan hal itu akan bisa terjadi, jika kita mau memulai dari diri sendiri. Mari, stop cyberbully!
Sumber : https://aeymanusia.wordpress.com/2013/02/04/stop-cyberbully-dimulai-dari-diri-kita-sendiri/
0 komentar: